Penyusunan/Pelaksanaan Kontrak
Tender
1. Penjelasan mengenai pengertian kontrak multi years dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003?
Kontrak tahun jamak adalah kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 pasal 30 ayat (8) atau kontrak yang waktu pelaksanaannya lebih dari 12 bulan sesuai dengan Penjelasan atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 pasal 30 ayat (8) dan Lampiran I Bab II E 1. a.
2. Dalam Kontrak Terima Jadi (Turn Key), apakah beban bunga yang ditanggung oleh Pelaksana/Kontraktor sudah termasuk didalam harga satuan pekerjaan?
Dalam pengadaan barang jasa yang dibiayai APBN/APBD, pemerintah tidak mengizinkan adanya alokasi dana untuk kegiatan yang tidak bisa dihitung pada saat penandatanganan kontrak. Termasuk dalam kategori ini adalah alokasi dana untuk biaya tak terduga. Untuk kontrak harga satuan, semua resiko-resiko pelaksanaan harus sudah dicakup dalam nilai harga satuan yang tercantum dalam kontrak. Untuk kontrak lainnya (lumpsum atau terima jadi), resiko-resiko harus sudah masuk dalam perhitungan harga yang pasti. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 hanya mengizinkan perubahan kegiatan dalam kontrak yang penambahannya maksimum sebesar 10 persen dari nilai kontrak awal, sebagaimana ketentuan dalam Lampiran I Bab II butir D. 1. g. 3).
3. Siapakah pejabat yang menetapkan pengenaan daftar hitam penyedia barang/jasa yang terbukti cidera janji, dan bagaimana prosedur serta mekanisme pengenaan daftar hitamnya? Apakah ada batasan wilayah kerja dalam pengenaan daftar hitam?
Daftar hitam dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen sebagaimana ketentuan dalam Keppres 80 Tahun 2003 pasal 35 ayat (3). Daftar hitam dikeluarkan dalam bentuk surat yang mencantumkan juga pelanggaran yang telah dilakukan oleh penyedia barang/jasa. Daftar hitam merupakan pelanggaran atas pakta integritas dan menggugurkan perusahaan atau perorangan sebagai penyedia barang/jasa sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pasal 11 ayat (1) huruf h. Dengan demikian daftar hitam berlaku secara nasional diseluruh instansi pusat dan daerah yang menggunakan dana APBN dan/atau APBD. Surat pengenaan daftar hitam dikirimkan kepada Pengguna Anggaran, instansi yang mengeluarkan izin usaha, dan LKPP.
4. Diluar jaminan pelaksanaan, apakah bisa panitia lelang dan PPK/PPTK secara sepihak mensyaratkan jaminan penawaran, uang muka, dan pemeliharaan harus jaminan bank?
Jaminan penawaran, jaminan uang muka, dan jaminan pemeliharaan harus diterbitkan oleh bank umum atau perusahaan asuransi yang mempunyai program asuransi kerugian (surety bond) dan harus direasuransikan sesuai dengan ketentuan Menteri Keuangan (Lampiran I Bab II A. 1. f. 5) c) (1), dan D.1.e. 4, dan D. 2. f. 4)). Jaminan penawaran, uang muka dan pemeliharaan dapat berupa surety bond atau jaminan bank.
5. Berdasarkan Lampiran I Bab II C 2. a. 6) e) yang menyatakan "Besarnya jaminan, bentuk, dan masa berlakunya jaminan-jaminan tersebut diatas disesuaikan dengan ketentuan dalam dokumen pengadaan", mohon penjelasan mengenai:
a. Berapakah besaran jaminan pemeliharaan yang ditentukan mengingat resiko biaya pemeliharaan hasil pekerjaan dilapangan berbeda-beda? Adakah cara perhitungan untuk menentukan besaran jaminan pemeliharaan?
b. Siapakah pihak yang paling bertanggung jawab jika ternyata selama masa pemeliharaan terjadi kerusakan pada hasil pekerjaan dan pihak penyedia barang/jasa tidak bersedia untuk melakukan pemeliharaan dengan konsekuensi jaminan pemeliharaan dicairkan, namun ternyata jumlah dana yang ada pada jaminan pemeliharaan tidak mencukupi untuk melakukan perbaikan tersebut? Apakah sanksi yang dapat dijatuhkan bagi Penyedia Barang/Jasa yang berbuat demikian?
a. Sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Lampiran I Bab II butir D. 2. f. 4) besar jaminan pemeliharaan adalah 5% dari nilai kontrak.
b. Pihak yang bertanggung jawab dalam kasus diatas adalah penyedia barang/jasa. Kelalaian penyedia barang/jasa dalam menangani pemeliharaan dibebankan pada jaminan pemeliharaan sedangkan kelalaian dalam menangani kerusakan bangunan dibebankan pada jaminan pelaksanaan. Bilamana nilai kerusakan bangunan lebih tinggi dari nilai jaminan pelaksanaan maka penyedia barang/jasa tetap harus memperbaiki bangunan tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi pasal 25 ayat (1) dan (2) dan dikenakan sanksi administrative dan pidana sebagaimana pasal 41 dan dituntut ganti rugi atau digugat secara perdata (Keppres No. 80 Tahun 2003 pasal 49).
http://www.lkpp.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar